LenteraKepri.com, Natuna – Fenomena awan berbentuk angin puting beliung muncul di kawasan Ranai, Kabupaten Natuna. Hal mengagetkan dan mengundang perhatian warga setempat, Minggu (7/5/2023) kemarin. Fenomena langit yang jarang terjadi ini dapat diamati langsung dengan mata telanjang mendekati petang. Lantas, apa penyebab dari kejadian langka ini?
Penyebab Awan Berbentuk Tornado di Natuna
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Natuna menjelaskan bahwa fenomena alam tak biasa di langit itu benar adanya. Bahkan masyarakat ikut mengabadikan momen tersebut dalam bentuk foto hingga rekaman gambar bergerak, kemudian dibagikan ke media sosial. Sebagian orang menyebut bahwa bentuk awan itu seperti gasing sampai mirip piring terbang atau UFO ( unidentified flying object ).
Baca: Pergerakan Penumpang ke Batam Meningkat, Sinyal Positif Pertumbuhan Ekonomi Batam
“Fenomena awan langka terjadi sekitar pukul 15.00 WIB sampai malam. Namun, pagi ini (08/05/2023) sudah tidak ada lagi”, ungkap Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Natuna Zulheppy yang dikutip dari Antara pada Selasa (09/05/2023).
“Foto dan video awan ini viral di media sosial. Apalagi (warga lokal) baru pertama kali terjadi di Natuna”, imbuh Zulheppy.
Fenomena Awan Berbentuk Tornado di Indonesia
Tiga bulan yang lalu tepatnya pada Jumat, 3 Februari 2023, masyarakat Kota Serang juga dapat melihat jelas awan unik yang melingkari kecil di bagian bawah dan semakin melebar ke atas. Tidak sedikit yang mengaitkannya dengan hal-hal mistis hingga dianggap sebagai pertanda bencana alam, seperti puting beliung.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa angin berbentuk tornado itu bukanlah gejala puting beliung. Jika dilihat dari bentuknya yang seperti tornado, ia berkeyakinan bahwa kemungkinan fenomena tersebut adalah awan Lenticular.
Baca: Sinergitas TNI-Polri, Polsek Bengkong Bersama Koramil 01 Batam Timur Gelar Apel dan Patroli Bersama
Sementara itu, puting beliung menurutnya biasanya terjadi karena kondisi atmosfer sangat tidak stabil. Saat masa pancaroba, sekitar April dan September, angin ribut itu lebih sering terjadi di langit Indonesia.
Dengan demikian, awan berbentuk tornado di Natuna sama halnya dengan kejadian yang sempat tertangkap kamera di Serang, Banten. Awan tersebut muncul akibat aliran angin yang berhembus, tetapi terhambat oleh objek besar, seperti pegunungan. Apalagi mengingat di kawasan Pulau Bunguran Besar terdapat situs (geosite) Gunung Ranai dengan ketinggian berkisar 300-1.035 meter di atas permukaan laut
Penjelasan BMKG
Peramal cuaca atau Forcester Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ranai, Reza Pahlevi mengatakan bahwa fenomena di langit daerah tersebut cukup langka. Awan berbentuk topi itu disebut sebagai awan Lenticularis.
Dia, awan berbentuk tornado muncul akibat gelombang gunung yang dipicu oleh aliran angin relatif kencang dari suatu sisi gunung. Kemudian angin berembus horizontal melalui dinding pegunungan sehingga menyebabkan defleksi membentuk gelombang gunung di sisi lainnya.
Baca: Polresta Barelang Kembali Berlakukan Tilang Manual, 12 Poin Jadi Sasaran Utama
“Awan Lenticularis menunjukkan turbulensi vertikal maupun angin kuat. Jadi, berbahaya bagi penerbangan rendah di sekitar awan itu”, kata Reza.
Awan Lenticularis mulai ada tatkala arus angin mengalir sejajar (horizontal) dengan permukaan bumi dan bertemu dengan penghalang dari objek tertentu, misalnya pegunungan. Imbasnya, arus udara naik tegak lurus ke arah puncak awan.
Saat udara naik akan mengandung uap air yang stabil. Apabila suhu titik embun berada di puncak gunung, uap air mulai berubah menjadi embun kemudian awan mengikuti kontur gunung puncak. Ketika udara mengalir turun dari puncak lebih tinggi, proses kondensasi terhenti.
“Oleh karenanya, awan Lenticularis nampak tidak bergerak, akibat awan mulai terbentuk dari sisi arah angin menuju puncak gunung, lalu menghilang ke area bawah angin”, terangnya.
Artikel ini dilansir dari tempo.co dengan judul “Muncul Awan Berbentuk Tornado di Natuna, Apakah Berbahaya?“
