Napak Tilas Amir dan Peninggalan Sejarah Pemerintahan Pertama Batam, Kadisbudpar dan ASPPI Telusuri Pulau Buluh dan Boyan

oleh -
Menelusuri sejarah dan peninggalan era pemerintahan lama di Pulau Buluh. (Ist)

Selanjutnya rombongan mengunjungi perigi tua. Orang Melayu menyebut sumur dengan perigi. Perigi ini dibangun pada tahun 1911 sebagaimana angka yang tertera di dinding perigi. Dijelaskan Edi, bangunan perigi menggunakan batu bata yang dibuat Raja Ali Kelana, pemilik batu bata ‘Batam Brickworks’ pada tahun 1896.

Menurut tokoh masyarakat Pulau Buluh Djuni Rudy Arto, perigi atau sumur ini dulunya digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci dan sebagainya. Namun setelah pipanisasi masuk dari Batam, perigi ini sudah tidak digunakan lagi. Lokasi perigi dulunya berada di sekolah Cina, kini kondisi perigi terlihat sudah tidak terawat, dipenuhi sampah dan tanaman liar. 

Baca: Semua Pelaku Usaha Pariwisata, Budaya dan Ekraf Batam Sudah Divaksin Booster

Penelusuran selanjutnya ke bekas sekolah rakyat. Dituturkan Djuni Rudy, setelah Jepang menutup sekolah Tionghoa, anak-anak Tionghoa bersekolah di sekolah rakyat ini. Sekolah ini dulunya banyak mencetak lulusan yang mahir berhitung dan menulis arab Melayu walaupun memiliki keterbatasan baik sarana maupun prasarana sekolah.

Penjajakan di Pulau Buluh berakhir di bekas kantor camat lama. Fisik kantor ini tidak ada lagi, sudah menjadi bangunan Taman Kanak-Kanak. Sebelum Belakangpadang dijadikan sebagai ibukota kecamatan pada tahun 1950 awal, di era kemerdekaan sentra pemerintahan kecamatan berada di Pulau Buluh.

“Katakanlah orang mau membuat KTP harus pergi ke Pulau Buluh,” tambah Edi.

Di lokasi kantor camat ini dulunya juga terdapat dua buah meriam. Pada tahun 1954 meriam dipindahkan ke Belakangpadang. Kepindahan meriam tersebut juga merupakan akhir dari pusat pemerintahan di pulau Buluh.

Kini kedua meriam yang merupakan salah satu bukti sejarah itu berada di museum Batam Raja Ali Haji