Dituntut 1 Tahun Penjara Karena Marahi Suami Pulang Mabuk Jadi Perhatian Publik, Kejagung Ambil Tindakan

oleh -
Valencya, menangis karena merasa tidak adil dalam proses hukum. (ist)

Lentera Viral – Video seorang istri bernama Valencya (45) alias Nency Lim yang dituntut 1 tahun penjara karena memarahi suaminya pulang dalam kondisi mabuk viral di media sosial. Kejadian ini juga menuai kritikan dari warganet.

Dalam video yang viral tersebut, tampak Valencya duduk di bangku pesakitan, dan dibacakan tuntutan dari jaksa penutut umum (JPU). Ia dituntut 1 tahun penjara.

Sementara video lainnya, memperlihatkan tangisan Valencya yang tidak terima harus menerima hukuman yang dirasa tidak adil.

“Tak boleh marahi suami kalau pulangnya mabuk-mabukan. Salah sedikit dipenjara. Saya punya dua anak di rumah. Saya sebagai ayah, dan sebagai ibu, dituntut penjara satu tahun,” akunya sampai berurai air mata.

“Banyak kebohongan hukum ini,” tambahnya.

Perkara ini menjadi perhatian publik karena KDRT yang dimaksud dalam perkara ini adalah ketika Valencya melakukan tindakan memarahi suaminya yang suka mabuk.

Baca: BP Batam Terus Jaga Kinerja di Masa Pandemi

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan kasus istri yang memarahi suaminya karena sering mabuk, tapi dituntut satu tahun penjara seharusnya tidak terjadi.

“Itu (kasus itu) seharusnya tidak terjadi jika ditangani secara restorative justice dan mengedepankan keadilan terhadap perempuan,” kata Ketua Peradi Karawang Asep Agustian, di Karawang, dikutip dari suara.com, Selasa (16/11/2021).

Seorang istri di Karawang bernama Valencya (45) kini harus menjadi terdakwa dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan dituntut satu tahun hukuman penjara setelah memarahi suaminya. Padahal Valencya marah karena setiap pulang ke rumah, suaminya dalam keadaan mabuk.

Dalam perkara itu, Asep Agustian berharap agar Pengadilan Negeri Karawang bisa memandang dengan cermat, dan membebaskan Valencya.

Ia juga kecewa kepada Kejaksaan Negeri Karawang yang tidak bisa menerapkan restorative justice dalam menangani perkara tersebut

Dilansir dari beritasatu.com, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam jumpa pers virtual Senin (16/11/2021), menyatakan, berita yang merebak menarik perhatian Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang kemudian memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana untuk melakukan eksaminasi khusus terhadap perkara ini.

Eksaminasi khusus adalah tindakan penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas perkara tertentu yang menarik perhatian masyarakat atau perkara lain yang menurut penilaian pimpinan perlu dilakukan eksaminasi, baik terhadap perkara yang sedang ditangani maupun yang telah selesai ditangani oleh jaksa atau penuntut umum dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pelaksanaan eksaminasi khusus, kata Leonard, dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang, baik dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta jaksa penuntut umum.

Dari eksaminasi khusus itu, ditemukan, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dinilai tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan.

Kemudian, jaksa tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, tanggal 3 Desember 2019, khususnya pada ketentuan Bab II Angka 1 butir 6 dan butir 7 bahwa pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4).

Baca: Masyarakat yang Setor Sampah Bisa dapat Tabungan di Batam, Begini caranya

Jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Karawang telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan pidana sebanyak empat kali dengan alasan yang disampaikan kepada Masjelis Hakim rencana tuntutan belum turun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Padahal rencana tuntutan baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada Rabu (28/10/2021) dan diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada Kamis (29/10/2021). Persetujuan tuntutan pidana dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan nota telepon, per tanggal 3 November 2021. Namun, pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum baru dilakukan pada Kamis (11/11/2021).

Tidak memedomani Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Perkara Pidana.

Selanjutnya, Kejari Karawang maupun Kejati Jawa Barat tidak memedomani “Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung” yang merupakan norma atau kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara atas nama terdakwa Valencya sehingga mengingkari norma atau kaidah. Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan. (red)