Jaksa Agung Perintahkan Percepat Penanganan Pelanggaran HAM, Usman Hamid: Belum Ada Tindakan Nyata

oleh -
Ilustrasi. (Istimewa)

Lentera Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin, memerintahkan agar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mempercepat penanganan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Jaksa Agung menilai perlu diambil terobosan progresif guna membuka kebuntuan pola penanganan kasus itu akibat perbedaan persepsi penyidik HAM dengan penyidik Komnas HAM.

Eben juga menyebut Jaksa Agung ST Burhanuddin berharap agar dalam waktu dekat Jampidsus dapat mengambil langkah tepat dan terukur terkait beberapa kasus pelanggaran HAM berat.

“Jaksa Agung Republik Indonesia memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus untuk segera mengambil langkah-langkah strategis percepatan penuntasan penyelesaian dugaan perkara HAM yang berat masa kini,” kata Leonard dalam keterangan resminya, Sabtu (20/11/2021).

“Jaksa Agung menilai perlu diambil terobosan progresif untuk membuka kebuntuan pola penanganan akibat perbedaan persepsi antara penyidik HAM dengan penyelidik komnas HAM,” tambah Leonard.

Baca: Viral Kelakuan Warga +62 yang Berdamai Dengan Keadaan, Banjir Jadi Objek Wisata

Namun pernyataan itu dinilai tidak disertai tindakan nyata. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid. menurutnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin hanya berbicara tanpa disertai tindakan nyata.

“Menanggapi Jaksa Agung, saya menilai pernyataan itu belum membawa kemajuan sama sekali. Hanya bicara, tidak ada tindakan nyata,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Senin (22/11).

Usman menyebut beberapa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seperti pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan, perkosaan dan berbagai bentuk kejahatan HAM lainnya yang terjadi pada era Soeharto, Reformasi, hingga menjelang tahun 2022 belum juga ditangani oleh negara.

Usman berpendapat Jaksa Agung justru menunjukkan sikap ketergantungan kepada presiden dan DPR karena belum juga menindaklanjuti tuntutan agar pelaku pelanggaran HAM itu dibawa ke pengadilan.

Jaksa Agung, menurut Usman, tidak bersandar pada independensinya sebagai otoritas hukum tertinggi di bidang penyidikan dan penuntutan kasus pelanggaran HAM berat.

“Belum juga terlihat sama sekali ada langkah Jaksa Agung yang sedari awal justru semakin memperlihatkan dependensi (ketergantungan) politiknya pada Presiden dan DPR,” kritik Usman.

Usman juga mengkritik rencana pemerintah yang akan membentuk mekanisme non-yudisial atau tidak berkaitan dengan lembaga hukum guna menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut Usman, tindakan itu mustahil dapat memenuhi rasa keadilan bagi korban.

“Bahkan cara yg membawa klaim keadilan restoratif ini justru terkesan malah menjadi cara pelaku berlindung dengan meminta pemerintah mencuci piring kotor pelaku,” ujarnya.

Usman juga mengungkit janji Presiden Joko Widodo yang dalam kampanyenya menyatakan akan meningkatkan penghormatan terhadap HAM dan menangani semua kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui sistem peradilan. Menurutnya, sejak menjabat pada 2014, Jokowi belum juga mewujudkan janji itu.

“Janji itu pun masih belum dipenuhi. Faktanya, meskipun ada desakan dari para korban, para mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk mengadili para terduga pelaku, Presiden Joko Widodo cenderung tidak peduli,” ujar Usman. (red)

Artikel ini dilansir dari CNN Indonesia berjudul ‘Usman Hamid Kritik Jaksa Agung soal HAM: Tak Ada Tindakan Nyata